CerpenKeluarga Berikut ini merupakan kumpulan Cerpen Keluarga terbaru karya para sahabat cerpenmu yang telah diterbitkan, total diketemukan sebanyak 3359 cerita pendek untuk kategori ini. Untuk mencari cerita pendek (Cerpen) berdasarkan kata kunci tertentu, Kamu bisa gunakan Kotak pencarian di bawah ini! Hutang dan Janji
Cerpen Perihal Orang Miskin Yang Bahagia. Orang miskin yang mempunyai 3 anak masih kecil paling tua 8 tahundan yang lain kurang dari 6 tahun. Perihal orang miskin yang bahagia cerpen agus noor 1. Cerpen Tentang Keluarga Miskin Tulisan from Pdf menyibak relevansi permasalahan sosial dalam kumpulan cerita. Walaupun mereka miskin tetapi keluarga mereka sangat bahagia dan selalu bekerja dengan ulet. Kartu tanda miskin itu masih bersih,licin,dan mengkilat karena delaminating. About Press Copyright Contact Us Creators Advertise Developers Terms Privacy Policy & Safety How Youtube Works Test New Features Press Copyright Contact Us Sangat Bangga Mempunyai Kartu Tanda Orang Miskin Sebagai Bukti Bahwa Mereka Adalah Orang Kerjakanlah Tugas Berikut Secara Berkelompok.“Aku Sudah Resmi Jadi Orang Miskin,” Katanya, Sambil Memperlihatkan Kartu Tanda Miskin, Yang Baru Diperolehnya Dari Orang Miskin Yang Bahagia Cerpen Agus Noor 1. About Press Copyright Contact Us Creators Advertise Developers Terms Privacy Policy & Safety How Youtube Works Test New Features Press Copyright Contact Us Creators. Teks cerpen juru masak 2. Orang miskin punya ponsel itu biasa. Dalam cerpen perihal orang miskin yang bahagia, yang terdapat dalam kumpulan cerpennya, sepotong bibir paling indah di dunia. ia menuliskan kemiskinan dengan selera humor yang berkelas, tidak membuat hati terlarut dalam kesedihan semata. Mereka Sangat Bangga Mempunyai Kartu Tanda Orang Miskin Sebagai Bukti Bahwa Mereka Adalah Orang Miskin. Literature that is present in the midst of society can be used as a social controller. cerpen, esaiperihal orang miskin yang bahagia karya agus noor Cerpen pendek meraih impian paling pendek sumber Kemudian Kerjakanlah Tugas Berikut Secara Berkelompok. “aku sudah resmi jadi orang miskin,” katanya, sambil memperlihatkan kartu tanda miskin, yang baru diperolehnya dari kelurahan. Kartu tanda miskin yang bersih, licin dan mengkilat karena delaminating itu disimpan di dompet lecek dan kosongnya. Pdf menyibak relevansi permasalahan sosial dalam kumpulan cerita. “Aku Sudah Resmi Jadi Orang Miskin,” Katanya, Sambil Memperlihatkan Kartu Tanda Miskin, Yang Baru Diperolehnya Dari Kelurahan. Cerpen perihal orang miskin yang bahagia pemain Itulah struktur teks cerpen perihal orang miskin yang bahagia yang dapat admin kumpulkan. “aku sudah resmi jadi orang miskin,” katanya, sambil memperlihatkan kartu tanda miskin, yang baru diperolehnya dari kelurahan. Perihal Orang Miskin Yang Bahagia Cerpen Agus Noor 1. Perihal orang miskin yang bahagia “ aku sudah resmi jadi orang miskin” katanya, sambl memperlihatkan kartu tanda miskin yang baru diperolehnya dari kelurahan. Tujuan penelitian ini yaitu 1 mendeskripsikan representasi kemiskinan dalam cerpen perihal orang miskin yang bahagia karya agus noor dan 2 mengimplementasikan representasi kemiskinan dalam cerpen perihal orang miskin yang bahagia karya agus noor pada pembelajaran sastra di sma. “aku sudah resmi jadi orang miskin,” katanya, sambil memperlihatkan kartu tanda miskin, yang baru diperolehnya dari kelurahan.
Keluargakami bukanlah keluarga yang mewah melainkan keluarga yang bisa di katakan cukup bisa juga dikatakan kekurangan. Ayah ku selalu berpesan, kita adalah keluarga miskin bukan berarti jiwa kita adalah jiwa miskin, kita adalah keluarga miskin bukan berarti iman kita adalah iman miskin, makan apa yang ada kalau tidak ada lebih baik berpuasa yang terpenting jangan maling.
. Sebaik-baiknya pengetahuan adalah pengetahuan yang bermanfaat. Sebaik-baiknya berbagi plus connecting adalah membaca buku yang ditulisbagikan hasil bacaannya. Bisa begitu gak ya? Kalau bisa, oke lanjut. Barisan kata-paragraf setelah itu di bawah ini bukanlah resensi atau kritik pada buku. Apalagi sejenis “meta-teori”. Sungguh-sungguh ini cuman sedikit cerita tentang karya, sedikit kesaksian atas pembacaan. Ini tentang sebuah buku yang lahir berasal dari formalitas antropologi. Buku yang saat pertama kali diterbitkan, S Aji masihlah ruh yang belum diamanahkan Tuhan merintis tugas sebagai manusia fana di bumi yang sementara. Buku yang dalam bahasa asalnya berjudul Five Families; Mexican Case Studies in the Culture of Poverty Basic Books. Terbit tahun 1959 oleh antropolog berkewarganegaraan Amerika Serikat, Oscar Lewis. Five Families; Mexican Case Studies in the Culture of Poverty diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 2001 oleh penerbit Yayasan Obor Indonesia. Lalu ada lagi cetakan ke dua pada tahun 2016 bersama dengan judul Kisah Lima Keluarga Telaah-telaah Kasus Orang Meksiko dalam Kebudayaan Kemiskinan. Saya kurang menyadari kecuali sebelum ini telah ada penerbit yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Yang jelas, berasal dari ucapan terimakasih penulisnya, buku ini lahir berasal dari studi etnografis yang memakan sementara kurang lebih 10 tahun yaitu berasal dari tahun 1948 sampai 1958. Studi yang termasuk menandai pergeseran lapangan penelitian antropologi berasal dari fokus pada penduduk primitif kepada petani dan penduduk miskin perkotaan. Sebagaimana judulnya, buku ini menceritakan suasana hidup sehari-hari lima keluarga Meksiko. Kelima keluarga itu adalah keluarga Martinez, Gomez, Gutierrez, Sanchez, dan Castro. Ada kurang lebih 422 halaman yang harus dihabiskan kecuali menginginkan nikmati pelukisan mendalam Oscar Lewis atas kebudayaan kemiskinan Culture of Poverty keluarga Meksiko. Saya sendiri baru membaca keluarga pertama, Martinez. Sang kepala keluarga bernama Pedro dan istrinya bernama Esperanza, nama-nama yang mengingatkan kita tentang telenovela yang dulu jaya di stasiun tv tanah air kurang lebih tahun 1990an. Pedro mewakili style kepala keluarga yang otoriter dan berkuasa, sedang Esperanza, perempuan simple dan patuh. Saking miskinnya keluarga ini, untuk menyalakan tungku, Esperanza menolak pakai korek api yang tetap merupakan barang mewah sementara itu. Esperanza menentukan mengipasi arang yang mengendapkan bara selama malam. Kehebatan Oscar Lewis, irit saya, adalah ia menuliskan aktifitas proporsi kerja bagian keluarga laki-laki dan perempuan dalam tempat tinggal keluarga Martinez secara detail. Apa yang dilakukan Esperanza dan anak perempuannya selama hari termasuk anak laki-laki mereka yang pergi bekerja di ladang ikuti bapak mereka sampai senja memanggil pulang tergambar begitu hidup. Pelukisan proporsi kerja ini dibaluti oleh pelukisan lingkungan tempat tinggal mereka bersama dengan detail pula. Sehingga yang terbaca adalah pelukisan mendalam yang bolak balik antara kehidupan dalam tempat tinggal domestik dan kehidupan di luar publik dalam lansekap besar kebudayaan kemiskinan manusia Meksiko. Tidak berhenti di situ, Oscar Lewis termasuk melukiskan emosi-emosi yang terlihat berasal dari interaksi bagian keluarga, konflik-konflik Pedro bersama dengan anak perempuan termasuk anak lelakinya. Termasuk kekuatiran Esperanza saat mempersiapkan makanan untuk keluarga besar yang hidup di ruang sempit. Asiknya lagi, tidak ada evaluasi moral atau kritik pada kemiskinan yang termuat dalam pelukisan keluarga Meksiko ini. Sehingga kenikmatan membaca tidak berhenti sejenak karena harus mencari penjelasan pada kritik-kritik teori pembangunan. Saya termasuk merasakan bahasa yang digunakan oleh Oscar Lewis, sejauh membaca hasil terjemahannya, relatif lebih mudah menuntun pikiran dan perasaan. Kenikmatan yang sama tidak aku langsung temukan saat pertama kali membaca buku antropolog Clifford Geertz-nama yang harus ditulis hati-hati karena letak huruf z dan t yang tidak boleh tertukar demi tidak ditegur kali ke dua oleh Pakde Ahmad Jayakardi, he he he- tentang Involusi Pertanian, misalnya. Bisa menjadi karena energi tangkap aku tetap terlampau sederhana. Sesederhana kerinduan kepada kemunculan lagi Vonny Cornelia..[lhooo!! GagalPindahIdola] Yang jelas, Oscar Lewis menulis laporan penelitian lapangannya seperti sebuah cerpen yang terlampau detail dan mendalam lagi hidup. Saya jadi ada di dalam [URL="https// lucu[/URL] , mengalami emosi yang diaduk-aduk, terenyuh dan 1/2 tidak yakin ada potret keluarga seperti tempat tinggal tangga Martinez. Ternyata kesan bahwa pelukisan lima keluarga dalam kebudayaan kemiskinan Meksiko seperti membaca karya sastra termasuk diakui oleh Parsudi Suparlan. Antropolog Indonesia yang ikut memberi kata pengantar. Begini kata Parsudi Suparlan yang pertama kali membaca buku ini tahun 1967 ...tulisan-tulisan Oscar Lewis perlihatkan kemampuannya dalam melukiskan kehidupan penduduk yang ditulisnya agar terlihat dekat sekali dan seolah-olah hidup dalam imaji para pembacanya. Dia mampu mengungkapkan perasaan-perasaan, emosi-emosi, dan dan imaji-imaji para pelakunya sebagai sesuatu yang terlampau hidup agar pembacanya jadi terlibat di dalam adegan-adegan peristiwa-peristiwa. Tulisan-tulisannya tidak cuma bermutu secara tehnis ilmiah antropologi, tapi termasuk sebagai karya sastra yang sedap dibaca...hal xix Masih penasaran bersama dengan kesan yang aku rasakan secara subyektif bahwa membaca Lima Keluarga seperti tengah membaca cerpen yang detail lagi dalam, aku membaca pengantar yang ditulis sendiri oleh Oscar Lewis. Pada halaman delapan, antropolog yang meninggal tahun 1970 ini katakan Telaahan tentang hari-hari yang di sediakan di sini berusaha memberi tambahan kesiapan dan kehidupan yang dideskripsikan oleh seorang pengarang novel. Meskipun demikian, keikatannya yang utama ialah kepada pengetahuan sosial bersama dengan segala kebolehan dan kelemahannya. Setiap kemiripan antara potret-potret keluarga ini bersama dengan fiksi adalah kebetulan belaka. Oscar Lewis lantas menyebut karya tentang potret lima keluarga miskin ini sebagai “realisme etnografis”. Barangkali ini dia maksudkan untuk membedakan bersama dengan “realisme sosial” yang merupakan tidak benar satu aliran dalam bersusastra. Entahlah. Setibanya di sini, aku merasakan karya Lima Keluarga Meksiko boleh menjadi bacaan rujukan referensi sekaligus acuan tehnis cara menulis dalam menyusun cerpen atau novel. Tentu saja para Fiksianer tidak harus menyita sekolah spesifik antropologi atau lakukan riset sampai 10 tahun untuk tiba pada pelahiran karya yang nikmat luar biasa seperti Oscar Lewis. Sebatas yang aku lihat, dalam konteks berolah sastra, Lima Keluarga Miskin Meksiko ini sepertinya mampu menjadi “panduan” bagaimana membangun cii-ciri tokoh, kronologis plot, konflik, dan tehnik menutup cerita tanpa terbebani acuan moral yang buat berat. Akan lebih "nendang" seandainya diperkuat oleh sedikit riset kecil. Sebegitu dulu kesaksian bacaan aku atas Lima Keluarga Miskin Meksiko buah penelitian etnografis Oscar Lewis. Di luar langit jadi mendung, senang ngangkat jemuran dulu. Selain termasuk tetap ada empat keluarga yang belum aku masuki dapur dan kamar tidur mereka yang sesak lagi miskin di vecindad. Terimakasih Mbah Oscar Lewis! 05-10-2017 1032 Diubah oleh upilbos 05-10-2017 1040
Inilahcerpen keluarga miskin dan ulasan lain mengenai hal-hal yang masih ada kaitannya dengan cerpen keluarga miskin yang Anda cari. Berikut ini tersedia beberapa artikel yang menjelaskan secara lengkap tentang cerpen keluarga miskin. Klik pada judul artikel untuk memulai membaca. Semoga bermanfaat. Gaya Hidup, Info Remaja, Keluarga
Cerpen dengan genre romantis dan komedi ini menceritakan pasangan kekasih yang saling salah sangka. Dengan latar anak-anak kampus dan kehidupan antara yang miskin dan yang kaya. Serta momen masalah kekinian mengenai viral di media sosial. Di bagi dalam beberapa bagian cerita untuk memisahkan momen-momen yang menarik. Tertarik dengan ceritanya, silahkan dibaca dan semoga cerita ini Pura-Pura Miskin Padahal Miskin BeneranGenre Romantis dan KomediJumlah Episode 6Pengarang JS InisialProduksi 12 Mei 2021Perkenalan Tokoh-tokohCewek Matre yang hobi salah sangka Ema.Cowok yang disangka pura-pura miskin Raki.Sahabat Ema yang suka bikin Ema kesal Sani.Cowok yang sebenarnya kaya Arka.Pelayan Arka yang dituduh pelayan Raki Dila.Tukang Buli yang gak tau apa-apa dan kena penyakit mematung angkut Boni.Nama lengkap Jelek Gak Apa-Apa Yang Penting Banyak Duitnya / panggilan dulu Jelek / panggilan sekarang Lek Mahasiswa korban nama pemberian orang tua yang ingin anaknya terkenal dan viral, yang jadi anak buah Boni biar gak ada yang berani ngeledek dirinya.PrologPercakapan sesama perempuan."Kamu tadi diajak kenalan sama cowok yang kelihatan lusuh itu?""Iya, dia terlihat miskin gak cocok sama aku.""Tadi aku lihat dia turun dari mobil mewah. Bisa jadi dia sebenarnya kaya. Tapi pura-pura miskin buat dapetin cewek yang gak mata duitan.""Serius kamu, mana tuh cowok itu sekarang. Aku mau kenalan sama dia."Sementara itu cowok yang dibicarakan sedang berada di sisi lain di dekat mobil mewah. Di dalam mobil mewah terlihat seorang cowok dengan pakaian rapi. Mereka saling berpakaian lusuh bertanya, "Apa tidak masalah, kamu antar dan jemput aku ke kampus?"Si cowok berpakaian rapi itu menjawab, "Tidak apa, karena aku nabrak gubuk kamu sampai ambruk. Jadi anggap ini permintaan maafku.""Itu bukan gubuk, tapi rumahku."Dari jarak yang cukup jauh. Para perempuan tadi mengintip. Meskipun suara para cowok gak kedengaran, tapi para perempuan mencoba menebak-nebak."Benerkan, tuh cowok yang terlihat miskin, dijemput pakai mobil mewah sama supirnya.""Iya, tapi mungkin si mobil mewah cuma nawarin tumpangan."Tiba-tiba terlihat cowok yang menggunakan mobil mewah keluar dan membukakan pintu mobil, lalu cowok terlihat miskin itu para cewek pun heboh, "Lihat tuh, masa pemilik mobil mewah membukakan pintu cuma buat berikan tumpangan. Sudah pasti yang bukakan pintu itu, supirnya.""Masuk akal. Aku setuju sama kamu. Besok, nanti saat dia masuk kuliah lagi, aku akan temuin dia."Sedangkan di dalam mobil, cowok yang dikira pura-pura miskin itu terlihat berbincang dengan pemilik mobil mewah."Maaf ya, aku gak pernah naik mobil, jadi gak tahu cara membukanya. Meskipun pagi tadi sudah kamu kasih tahu.""Gak apa-apa. Biar aku aja yang bukakan pintu mobil setiap kamu mau naik atau turun." Episode 1 Di sisi kampus yang sepi, para cewek sedang mengintip, "Lihat Ema, yang ngajak kamu kenalan kemaren. Diantar lagi hari ini pakai mobil mewah di jalanan yang sepi. Pasti biar gak ketahuan dan tujuannya pura-pura miskin bisa terus dilanjutkan.""Kamu benar Sani, hari ini aku harus dekati dia, karena kemaren aku gak tahu dia sebenarnya kaya, jadi aku tolak saat dia ajak aku kenalan."Sementara itu, si pemilik mobil membukakan pintu untuk cowok yang sedang dibicarakan para cewek."Jadi merepotkan kamu, Arka. Gara-gara aku miskin jadi gak tahu cara buka pintu mobil sendiri.""Gak apa-apa Raki. Tapi kok kamu terlihat tidak sehat.""Biasalah, penyakit orang miskin kayak aku, kelaparan.""Astaga, nanti kalau kamu mati kelaparan, gimana aku nebus kesalahan aku ke kamu. Pasti gara-gara gubukmu aku tabrak sampai ambruk, makanan di dalam jadi gak bisa di makan.""Tidak apa-apa kawan, aku sudah berpengalaman menahan lapar, ibaratnya level kemiskinanku sudah cukup tinggi.""Tidak bisa begitu, nanti aku suruh pelayanku namanya Dila, buat antar makanan ke kamu."Saat Raki yang sebenarnya miskin ini mau berjalan ke arah pintu masuk kampus. Ema dan Sani segera kabur, "Ayo cepat menjauh. Cowok yang pura-pura miskin itu nanti tahu, kita sudah mengetahui rahasianya."Jam perkulihan sudah mau mulai tapi Raki belagak misterius sambil celengak celinguk di depan pagar dan Sani masih dengan kebiasaan buruknya suka mengintip cewek berpakaian pelayan datang, menghampiri Raki dan memberikan kotak itu langsung dikomentari Sani yang memantau dari jauh, "Tuh kan, sampai pelayannya saja nganterin dia makan. Kebiasaan orang kaya khawatir makanan di luar tidak sehat, sulit dihilangkan."Dibalas oleh Ema, "Benar, dia cemas ada yang lihat pelayanannya datang. Takut rencananya pura-pura miskin ketahuan. Makanya celengak celenguk gitu."Sedangkan Raki yang terlihat cemas sambil celengak celenguk, "Kamu kok datangnya lambat. Lihat teman-teman sekelasku sudah gak ada lagi berkeliaran. Pasti udah di kelas karena jam kuliah sudah mau mulai.""Maaf, Dila tadi kejebak macet."Di kampus saat perkuliahan selesai. Raki ke kantin dan membuka bekalnya. Kesempatan itu dimanfaatkan Ema untuk duduk di depannya."Hei, kamu kan ngajak aku kenalan kemaren? Maaf aku abaikan karena aku lagi buru-buru. Sekarang aku punya waktu luang. Namaku, Ema. Kalau kamu?" Ucap Ema sambil mengarahkan telapak tangannya ke gemetaran Raki menyambut tangan Ema dan mereka salaman, "Na na ma ku Ra ki..."Kemudian mereka berbincang. Ema yang duluan bicara, "Emmm, kamu bawa makanan sendiri. Apa takut makanan di kantin kurang bersih."Dan Raki jawab, "Aku gak punya uang buat beli makanan di kantin, jadi bawa sendiri."Dalam hati Ema tertawa, 'Hahaha, dasar cowok kaya, masih aja pura-pura miskin. Ok jika kamu ingin cari cewek yang gak matre aku ladenin.'Kemudian Ema bilang, "Oh gitu, tidak masalah. Aku tipe cewek yang gak mandang cowok miskin atau kaya."Dan Raki terlihat sangat kagum, "Sungguh cewek cantik dan tulus kayak kamu itu sangat langka."Ema tersenyum puas. Episode 2 Setelah dari Kantin, Raki masuk duluan ke kelas, suasana di dalam kampus Kampus kemudian heboh, Raki dibuli oleh Mahasiswa lain karena pakaiannya kumal, "Hei kamu orang miskin, sebaiknya jangan kuliah di sini, malu-maluin Kampus saja."Tiba-tiba Pemilik Kampus datang, "Kamu Raki kan?, Kampus ini mendapatkan donasi besar. Ayo ikut saya, mau memperkenalkan kamu ke Dosen lainnya."Lalu Pemilik Kampus menyapa Mahasiswa tukang Buli, "Ngapain kamu di sini, Boni? Jangan bilang kamu tadi lagi Buli Raki!""Ti ti dak." Jawabnya dengan wajah merah. Sambil meneguk liur, dia lalu kabur karena di dalam ruangan Dosen, terlihat seseorang menunggu. Raki langsung mengenalinya, "Dila, ngapain kamu ke sini?"Dila langsung menghampirinya, "Aku kuliah di sini. Bos Arka takut nanti kamu dibuli, lalu kamu stres, kemudian mengakhiri cerita hidupmu. Bikin Bos gak bisa menebus kesalahannya ke kamu. Telah tabrak gubukmu sampai roboh karena gak sengaja."Raki pun kesal, "Itu bukan gubuk, tapi rumahku."Pemilik Kampus terlihat heran, "Percakapan kalian sama sekali tidak mesra. Apa Raki bukan kekasihmu, Dila?"Dila tersenyum, "Bukanlah, dia cuma orang yang dibantu oleh Bosku."Pemilik Kampus kaget, "Oh gitu, saya kira Raki adalah kekasihmu jadi kamu yang telah donasi ke kampus ini, meminta dipanggilkan Raki. berarti Raki tidak kaya, cuma penerima bantuan dan bukan orang penting."Dila agak kebingungan dengan penjelasan Pemilik Kampus, lalu berucap, "Bisa dibilang begitu. Aku cuma nyampaikan itu saja ke Raki, aku juga kuliah di sini. Tapi yang donasi bukan aku tapi Bos aku, tuan Arka."Lalu pemilik Kampus langsung mengusir Raki, "Kalau begitu aku gak jadi kenalin kamu sama dosen lainnya. Kamu bisa pergi dari ruangan ini, karena urusanmu sama Dila sudah selesai."Namun diluar sana berbanding terbalik, kabar Raki mendonasikan sejumlah uang ke kampus tersebar. Bahkan sampai ke telinga Ema dan Sani."Kamu tahu Ema, berita heboh di kampus, Raki telah mendonasikan banyak uang ke kampus ini. Dia beneran orang tajir."Dan saat bersamaan. Pengumuman dengan pengeras suara terdengar, "Raki bukan pendonasi ke kampus ini. Sekian dan terima kasih."Sani pun kaget, "Yah, ternyata itu cuma hoax."Ema tertawa, "Ha ha ha, masa kamu gak nyadar. Itu cuma akal-akalan Raki. Merahasiakan dirinya sebagai pendonasi. Padahal sebenarnya iya. Karena dia kan lagi pura-pura miskin buat deketin cewek tulus kayak aku yang gak matre."Tiba-tiba ada sesuatu yang heboh lagi di lapangan Kampus. Raki kembali dibuli oleh Boni, "Ternyata kamu jago juga berbohongnya biar lolos dariku. Kali ini tidak akan lolos. Kamu akan kena pukulanku setiap hari sampai kamu memilih ke luar dari kampus ini."Sani terlihat cemas, "Lihat Ema, Raki yang pura-pura miskin itu mau dihajar sama Boni. Ayo kita tolong."Ema menahan Sani, "Jangan dulu..."Dan saat Boni mau mukul Roki. Tiba-tiba Dila muncul dan berdiri dihadapan Boni, "Mau apa kau?"Boni tercengang, kaget dan juga sekaligus terpesona dengan kecantikan Dila."Kamu mahasiswi baru?""Iya, emang kenapa? Mau buli aku juga karena aku baru.""Mana mungkin aku Buli cewek secantik kamu. Aku cuma mau mengusir Raki yang akan merusak pemandangan kampus kita.""Aku tidak memaafkanmu jika mukul Raki."Membuat Boni itu di jarak yang tidak terlalu jauh. Sani terlihat cemas, "Wah, kamu punya saingan, Ema. Ada cewek lain yang kayaknya juga menyadari Raki pura-pura miskin. Jadi belaga sok pahlawan gitu."Ema kembali tersenyum, "Kamu gak sadar Sani. Cewek itu mirip sama Pelayan kemaren yang kita lihat. Dia melindungi Raki bukan karena dia suka, tapi karena Raki itu Bosnya."Sani mengangguk karena baru sadar, "Benar, aku baru ingat."Ema kembali menjelaskan, "Aku sudah menduga. Anak orang kaya pasti ada pelindungnya. Orang tuanya yang kaya tidak akan membiarkan anaknya dalam bahaya saat di luar rumah."Sani kemudian mendorong-dorong Ema, "Sebaiknya kamu juga ke sana. Belaga melindungi Raki. Ini kesempatan bagus buat Raki semakin menyukaimu."Ema pun menghampiri Doni dan mendorongnya, "Awas kalau kamu berani melukai Raki."Boni semakin terheran-heran, "Ada apa dengan dunia ini? Ke ke kenapa dua cewek cantik seperti kalian malah melindungi cowok miskin seperti Raki?"Ema lalu berucap, "Emang kenapa kalau dia miskin? Hah..."Boni cuma bisa terperangah dan menarik tangan Dila. Dan mengajaknya pergi menjauh. Saat sudah jauh. Raki bicara ke Dila, "Kamu jangan dekati aku. Kalau Ema mengira kita punya hubungan, lalu Ema menjauhiku gimana?"Dila menjawabnya sambil menunduk, "Maaf, tapi aku cuma menjalankan perintah Bos Arka. Jangan laporin ke Bos ya, aku ikut campur urusan pribadimu."Raki mengangguk. Kemudian Dila mendekati Raki, "Cewek itu, kamu terlihat memarahinya?"Raki pun kaget, "Apa aku terlihat seperti itu? Aduh, aku harus minta maaf ke Dila."Ema lalu berucap, "Kamu tidak perlu minta maaf, cukup naikan gajinya saja. Pasti dia senang. Dia cuma menjalankan tugasnyakan!"Raki terlihat baru sadar, dan berucap dalam hati, 'Oh iya aku lupa. Raki kan lagi pura-pura miskin. Aku harus bicara hal lain.'Ema kembali berucap, "Maksudku, kamu ada niatan gak ngajakku makan..."Raki langsung berucap, "Tentu. Bagaimana besok setelah perkuliahan selesai."Raki baru sadar dan takut Ema tidak menyukainya, "Kok kamu gak langsung nanyain tentang Dila, apa kamu tidak cemburu?"Ema tersenyum, dalam hati berucap, 'Sebenarnya aku sudah tahu siapa cewek yang kamu sebut Dila itu, pasti pelayan kamu kan, Raki. Selama kamu sebenarnya kaya, tapi karena kamu lagi pura-pura miskin, jadi aku akan ikuti alur ceritamu. Agar tetap bisa deketin kamu.'Kemudian Ema bicara ke Raki, "Sepertinya Dila menyukaimu tapi kamu tidak menyukainya. Selama kamu tidak suka cewek lain selain aku. Maka aku tidak perlu cemburu."Raki terlihat gembira dan Ema tersenyum dengan penuh maksud tersembunyi. Episode 3 Keesokan harinya di depan Kampus setelah perkuliahn selesai."Ayo kita pergi, makan bersama!" Ucap Ema tercengang dengan yang dia lihat, "Pakai Sepeda?""Iya, tidak apa kan. Maklum aku miskin jadi gak sanggup beli motor. Ini sepeda aku beli bekas dan kredit lagi."Dalam hati Ema terlihat kesal, 'Jika kamu sebenarnya bukan orang kaya, aku gak bakalan mau. Untung kamu cuma pura-pura miskin.'Lalu berucap, "Baiklah, aku naik." Dengan senyuman yang itu di samping kampus, Dila mulai menanyakan perintah Arka yang menurutnya aneh, "Kenapa Tuan terus berlaku baik sama Raki, sampai-sampai memerintahkan aku untuk mengawasi dan melindunginya dari Boni si tukang Buli. Harusnya kan Tuan cukup ganti rugi dengan membangun kembali gubuk Raki yang Tuan tabrak. Bahkan Tuan bisa bikin yang lebih bagus dari sebelumnya."Dan Arka menjawab, "Sebenarnya aku punya alasan lain. Jika tidak ada gubuknya saat kejadian kecelakaan waktu itu, aku mungkin langsung terjun ke jurang bersama mobil yang ku kendarai. Bisa dikatakan, hidupku terselamatkan oleh Raki yang membangun gubuknya di sana. Jadi aku ingin terus membalas budi seumur hidupku karena membuat aku punya kesempatan hidup lebih lama."Dila mulai mencoba menebak maksud tuannya, "Jadi itu alasannya Tuan tidak membangun kembali gubuk Raki. Jika Tuan bangun, maka Raki akan menolak semua bantuan Tuan lainnya. Karena Raki akan menganggapnya impas."Arka mengangguk, "Benar. Oh ya, kok Raki belum datang juga. Aku mau mengantarnya pulang ke rumah kontrakannya."Dila membalas, "Tadi Raki bilang, Tuan gak perlu antar jemput dia lagi. Karena dia udah punya Sepeda. Dan dia sepertinya lagi kencan."Kembali ke Raki dan Ema yang sudah sampai di tempat makan di pinggir penasaran karena Ema terlihat diam terpatung, "Kok kamu cuma diam?"Ema yang baru pernah makan di pinggir jalan benar-benar tidak menyangka dengan suasananya yang menurutnya sangat buruk. Tapi dia berusaha menyembunyikannya dari Raki. Lalu mencoba membuat alasan."Aku gak suka daging ayam, sukanya ikan."Dan tiba-tiba penjualnya mengambil daging ayam di piring dihadapan Ema, lalu meletakan ikan goreng dengan tangan kosong. Sambil berucap dengan santai, "Tenang, aku juga jual ikan goreng selain ayam."Seketika membuat Ema terperangah, "Kok pakai tangan..." Ucap Ema sambil gampangnya si penjual bilang, "Kan di sini makannya pakai tangan. Jadi gak masalah aku pakai tangan juga."Sambil menggengam tangannya, Ema berucap dalam hati dengan penuh emosi, 'Masalahnya ngambilnya pakai tanganmu bukan tangan aku.'Lalu Raki bicara, "Ayo, Ema. Di makan. Enak loh."Sambil menahan nangis, Ema mengangguk. Sebelum makan dia mengirimkan pesan ke Sani, 'Siapkan obat sakit perut untuk ku.'"Kirim pesan ke siapa?" Ucap Raki dengan penuh curiga dan langsung dijawab, "Sahabatku, dia juga cewek."Jawaban Ema membuat Raki tenang selesai kencan dengan Raki. Ema langsung mampir ke rumah Sani sambil marah-marah."Baru kali ini aku nemuin ujian jadi istri orang kaya lebih menyiksa dibandingkan ujian sekolah. Aghhhh. Sepertinya aku akan menyerah dan ingin berhenti saja."Dan Sani membalas, "Jangan dulu, coba lihat."Sani memperlihatkan Hpnya ke Ema. Terlihat video di sosial media yang viral, di komentari hingga di like ratusan ribu orang. Dengan keterangan, 'Luar biasa, sudah langka cewek cantik dengan pakaian bagus yang mau diboncengi pakai sepeda sama pasangannya yang terlihat miskin dengan baju jeleknya.'Lalu tiba-tiba Hp Ema berbunyi terus menerus. Ema melihat Hpnya dan muncul banyak notifikasi dari sosial medianya. Pengikutnya pun terus bertambah drastis. Dengan komentar yang banyak dan rata-rata isinya positif memuji ketulusan Ema. Bahkan Ema langsung mendapatkan tawaran Sani berucap, "Sepertinya ada yang merekam kamu sama Raki diam-diam. Dan ada Nitizen mengenali wajahmu sampai menuliskan akun Medsosmu ke kolom komentar."Ema kemudian tersenyum, "Aku setuju denganmu, jangan dulu menyerah. Aku harus lanjutkan. Cuma kita yang tahu Raki pura-pura miskin. Saat ini aku sepertinya dapat keuntungan dengan terkenal di Internet. Dan aku juga sudah punya jaminan masa depan cerah nantinya dengan jadi istri Raki yang merupakan orang kaya, tapi sekarang lagi pura-pura miskin."Dia tertawa lepas, "Hahaha."Kemudian terhenti saat Sani bilang, "Kamu butuh obat sakit perutmu?"Membuat Ema mengingat kembali kenangan buruknya makan makanan jorok baru-baru ini. Hingga tawanya sirna seketika. Episode 4 Ema terbangun karena suara Telpon. Saat diangkat suara Raki terdengar, "Besok kita libur kuliah, bagaimana kalau ke tempat wisata bersama!"Ema tersenyum, "Jadi kamu punya uang buat bayar tiket masuknya." Dalam hati berucap, 'Ayolah Raki ngaku saja kamu sebenarnya kaya dan sudahin pura-pura miskin ini.'Lalu Raki menjawab, "Kita mulung sampah dulu buat cari uangnya..."Bikin Ema emosi dan dengan cepat menjawab, "Aku aja yang bayarin." Ucapnya dengan dibalas oleh Raki, "Baiklah, sampai jumpa besok, oh ya. Jangan hubungi nomor ini. Aku pinjam Hp orang." Lalu telpon di dengan napas tesengal-sengal karena emosi Ema berucap, "Kamu masih mau nguji aku apa benar-benar tulus. Ok, aku tidak akan nyerah."Kemudian tiba-tiba Sani muncul, "Kamu bangun tidur kok kayak habis lari di kejar-kerjar istri sah karena rebut suami orang."Ema makin kesal, "Kamu ngapain di rumahku?"Sani balik marah, "Aku yang harusnya tanya, kenapa kamu tidur di rumahku."Ema teringat sesuatu lalu melihat Hpnya, "Jika aku di rumahmu, berarti.... Kok Instagramku gak naik followernya?"Sani menjawab, "Siapa juga yang follow kamu, udah matre, sombong lagi."Bikin Ema marah, "Sialan, kamu itu sahabatku atau bukan sih. Sini terima pukulanku..." Ema berusaha melayangkan pukulan sambil tetap di atas menjauh beberapa langkah saja, "Eh gak kena."Lalu Ema tiba-tiba terdiam, "Kalau jadi selebgram itu cuma mimpi, berarti makan sama Raki juga harusnya cuma mimpi." Kemudian tersenyum Sani berucap, "Bukannya kamu tidur di sini gara-gara efek samping obat sakit perut yang kamu makan setelah habis makan sama Raki."Ema histeris, "Aaaa, jadi aku makan dengan lauk dipegang-pegang Penjual itu nyata? Kenapa harus hal buruk yang nyata bukan hal baik."Sani menyambung, "Emang begitukan, makanan yang dijual perlu dipegang sama penjualnya."Ema menjawab, "Kalau saat mentah atau gak aku ketahui gak masalah. Itu udah masak terus pegangnya di hadapanku lagi. Gimana gak ngeselin."Sani mencoba menenangkan, "Udah-udah. Demi jadi istri orang kaya, kamu harus menerima semua ujian ini."Ema terlihat mulai ragu, "Huh, aku kok mulai gak yakin, dia bener-bener kaya. Dia lebih mendekati bener-bener miskin dari perlakuannya ke aku. Masa dia yang ngajak ke tempat wisata, aku yang bayarin tiketnya."Sani menunjukan sebuah foto di Hpnya, "Lihat rumah ini, apa mirip dengan rumah kontrakan?"Ema menjawab, "Bukannya itu foto rumah mewah?"Sani menjawab, "Aku buntuti Raki diam-diam. Saat dia ingin masuk ke rumah itu. Langsung aku muncul dan tanya, lalu dia jawab itu rumah kontrakannya. Masa kamu sebagai pasangannya tidak tahu di mana dia tinggal sekarang."Ema tersenyum, "Alasan yang tidak masuk akal. Aku harus tanyain dan minta diajak ke tempat tinggal, besok ke Raki. Setelah itu aku akan cecar dia banyak pertanyaan. Sampai mengakui bahwa dia pura-pura miskin dan ternyata kaya. Dengan begitu aku bisa lanjutin hubungan dengan Raki tanpa perlu melewati hal-hal miskin lagi. Hahaha"Sedangkan di tempat lain. Di Kantor Arka, Dila sedang membahas sesuatu."Menjadikan salah satu rumah mewahmu sebagai Kontrakan untuk Raki. Apa itu gak berlebihan Tuan?""Aku sebenarnya ingin memberikan rumah itu ke Raki, tapi tidak ingin Raki bilang impas atas kesalahanku menabrak Gubuknya. Dan tidak mau menerima bantuanku lagi.""Oh iya Tuankan pernah bilang, berkat Raki dirikan gubuknya di pinggir jurang. Tuan yang harusnya jatuh ke jurang berhasil selamat dan tetap hidup. Hal itu membuat alasan Tuan ingin melakukan pembalasan budi seumur hidup ke Raki. Termasuk mengantar Raki pulang pergi ke kampus dengan mobil. Tapi kenapa harus di sisi kampus yang sepi?""Ini ada hubungannya kenapa aku menyuruh kamu kuliah satu kampus dengan Raki!""Biar pekerjaanku mudah, cukup mengawasi Raki sekaligus sambil melanjutkan pendidikanku yang tertunda." Jawab Dila."Bukan, tapi biar kamu bisa melindungi Raki dari tukang buli si Boni.""Oh yang itu, jadi Tuan kenal Boni?""Kenapa baru tanya sekarang? Bukannya aku sudah sebutin nama Boni berkali-kali ke kamu. Iya, aku kenal Boni karena dulu kami kuliah seangkatan di kampus itu. Aku lulus, dia masih gak lulus. Jadi aku tahu betul tentang Boni. Dan aku tidak ingin Boni mengetahuiku."Tiba-tiba di tempat lain Boni yang masih di ruang kesehatan kampus, tersedak, "Uhukkk uhukkk."Anak buah Boni langsung menyapa, "Akhirnya Bos sadar juga dari penyakit mematungnya setelah satu hari lamanya. Aku hampir khawatir harus cari Bos lain."Boni tanya, "Emang apa yang terjadi, padaku? Lek."Lek menjawab, "Tadi Bos mematung setelah melihat Raki yang miskin itu dibela sama dua cewek cantik di kampus.""Sial tuh Raki. Beruntung sekali. Di mana dia sekarang?.""Terakhir aku lihat, dia pakai sepeda berboncengan sama Ema." Jawab kaget dan kembali Ema mau pulang dari rumah Sani, dia bersin, "Hajhiiii"Sani langsung berkomentar, "Kayaknya penjual yang tadi kamu bicarakan, sedang membicarakanmu!"Ema langsung narik kerah baju Sani, "Jangan ingatkan aku pada itu lagi."Sani sambil menahan tawa bilang, "Seram, kayak penyihir."Ema melepaskan tangannya dari kerah baju Sani. Lalu berbalik menghadap pagar. Dengan senyuman sinisnya Ema bicara sendiri, "Raki, trauma yang aku alami, kamu harus membayarnya dengan pengakuan siapa dirimu sebenarnya, orang kaya yang pura-pura miskin. Aku akan membuat kamu besok mengaku. Hahaha." Tawa Ema menyerupai tempat pembuangan sampah, Raki bersin-bersin, "Hachiii hachiii."Raki terlihat cemas, "Kok aku bersin-bersin. Bukannya aku terbiasa mulung sampah. Apa jangan-jangan level kemiskinanku berkurang. Aku harus lebih semangat lagi untuk mungutin sampah kayaknya." Episode 5 Kembali Ema berboncengan dengan Raki menggunakan sepeda butut. Kedatangan mereka di tempat wisata kota langsung menjadi perhatian para pengunjung di sana. Apalagi saat Ema dengan pakaian bagusnya menggandeng Raki dengan pakaian buluk mirip pemulung. Orang-orang di sana sampai tercengang. Saat Ema melihat orang yang jualan pakaian, Ema langsung menarik Raki ke sana, "Lihat Raki, pakaiannya bagus-bagus. Ada yang kamu suka?"Raki menjawab sambil garuk-garuk kepala, "Ada sih, tapi aku gak punya uang buat belinya."Ema langsung mengambil pakaian yang dia suka dan mengarahkannya ke badan Raki, "Baju ini cocok sama kamu. Kamu gak punya uang, gak apa-apa. Biar aku yang beli'in yang ini. Sekarang, silahkan pilih yang kamu suka, nanti biar aku juga yang bayar."Raki terlihat tidak enak dan bilang, "Pilihan kamu juga aku suka." Jawab Raki meskipun, baju itu bukan yang dia sukai karena terlalu bagus. Tapi karena Ema yang milihkan dan dia tidak ingin membuat Ema kecewa, dia bilang lalu membayarnya, dan ketika Raki mengambil pakaian yang dibeli itu. Si penjual berbisik di telinga Raki, "Kamu pakai dukun yang di mana? Aku juga mau coba."Membuat Raki emosi, "Kamu gak lihat aku miskin kayak gini, mana sanggup bayar dukun."Ema tercengang, apalagi si penjual yang terperangah. Bahkan orang-orang di sana yang dari tadi memperhatikan mereka terheran-heran yang merasakan mereka terus diperhatikan orang-orang mulai merasa tidak nyaman, "Sebaiknya kita pulang aja Ema?"Ema langsung jawab, "Kenapa, kita kan belum coba permainan di sini..."Raki langsung membalasnya, "Apa kamu tidak malu Ema, diperhatikan orang-orang karena jalan sama aku."Dan Ema menjawab dalam hati, 'Tentu aku malu, makanya sudahi pura-pura miskinmu.'Tapi Ema bilang ke Raki, "Buat apa aku malu, justru aku bangga bisa dekat denganmu yang apa adanya, harusnya mereka yang malu melihatmu dengan tatapan sinis gitu, seperti gak terima kamu dekat denganku."Raki semakin mengagumi Ema. Sambil menggengam tangannya dan menatap tajam orang-orang disekitarnya, Raki berucap dalam hati, 'Aku harus keluar dari kemiskinan ini, aku tidak tega melihat Ema terus dipandang aneh gitu sama orang-orang.'Dan Ema menyudahi lamunan Raki, "Hey, Raki. Ini aku udah beli dua tiket. Kita coba main Komedi Putar yuk."Selesai main. Saat Raki mengajak pulang Ema, "Ayo Ema kita pulang."Langsung disambut Ema, "Ayo, ajak aku ke tempat tinggalmu ya."Raki terdiam dan bicara dalam hati, 'Kalau aku ajak ke tempat tinggalku, yang udah roboh kasian Ema. Mungkin aku ajak saja ke kontrakan aku, "Baiklah, kebetulan jaraknya tidak jauh dari sini. Kita bisa istrirahat di sana dulu. Baru nanti aku antar ke rumahmu."Ema tersenyum. Bersiaplah Raki, beribu alasanmu nanti tidak akan sanggup menjawab pertanyaanku. Aku pastikan kamu tidak bisa berkata apa-apa lagi dan mengaku bahwa sebenarnya Senyuman Ema semakin lebar saat Raki membawanya ke rumah mewah. Raki langsung bilang, "Ini cuma rumah kontrakanku."Ema langsung bertanya, "Rumahnya sangat besar, bukannya kamu gak punya uang, bagaimana bisa bayar kontrakan semewah ini."Raki jawab, "Temanku yang bayar."Ema tanya lagi, "Kok temanmu mau bayarin."Raki cemas, "Temanku itu cowok, bukan cewek. Jadi jangan cemburu ya."Ema dengan wajah cemberutnya, "Lihat orang-orang yang kita temui. Mereka melihat kamu saja tidak suka. Bagaimana bisa kamu punya orang yang jadi temanmu dan mau membantumu bayar kontrakan ini yang pasti mahal."Raki menjawab, "Aku bisa dapapetin cewek tulus kayak kamu sebagai pasangan, apalagi dapaten teman yang tulus pasti bisa."Ema terperangah, dia kali ini kehabisan kata-kata. Pengen rasanya Ema bilang, 'Aku tahu kamu kaya tapi pura-pura miskin makanya aku mau jadi pasanganmu.' Tapi dia gak bisa berkata rasa putus asa Ema bilang, "Aku langsung pulang aja, nanti kalau tetangga lihat aku dan kamu masuk ke rumah kontrakan itu mereka akan mengira yang tidak-tidak."Raki pun setuju dan langsung melanjutkan mengantar Ema di depan rumah yang ditunjukan Ema. Raki langsung terperangah, "Rumahmu bagus sekali."Dan Ema membalasnya, "Tapi masih kalah gede dari rumah kontrakanmu."Raki cuma bisa tersenyum dan pamit pulang. Episode 6 Keesokan harinya. Raki menemui Arka di kantornya dan langsung memohon, "Berikan aku pekerjaan. Jadi apapun aku mau. Aku ingin keluar dari kemiskinan ini. Agar Ema tidak dihina orang terus karena punya pasangan sepertiku."Tanpa pikir panjang Arka menyetujuinya, "Baiklah, akan aku beri kamu pekerjaan."Arka mengajak Raki ke sebuah kantor lain. Dan Raki langsung tanya, "Di mana pelnya?, aku akan langsung bekerja untuk membersihkan kantor ini."Arka tersenyum, "Kamu tidak perlu melakukan itu, karena pekerjaanmu bukan petugas kebersihan tapi pimpinan perusahaan ini."Raki dalam kantor pimpinan, Raki duduk di kursi pimpinan perusahaan itu. Dan Arka di depannya duduk dan bicara, "Jadi apa rencanamu?"Raki menjawab, "Aku akan berhenti kuliah dan fokus bekerja."Arka kaget mendengarnya, "Kenapa? Bukannya kamu susah payah untuk masuk kuliah."Raki menajawab, "Aku kuliah agar nanti lulus dapat pekerjaan yang lebih baik. Sekarang aku udah mendapatkannya. Jadi tidak memerlukan kuliah lagi."Arka mengangguk, "Kalau itu keputusanmu. Apa boleh buat."Sementara itu di kampus. Kabar bahwa Raki berhenti kuliah tersebar hingga sampai ke telinga Ema. Tentu membuat Ema terkejut dan Sani mulai mengeluarkan pikiran liarnya, "Apa jangan-jangan Raki gak punya uang buat lanjutin kuliah? Dan sebenarnya dia benar-benar miskin."Ema masih tidak terima, "Kita tanyakan ke Dila, dia yang kita curigai pura-pura jadi teman Raki tapi sebenarnya pelayannya Raki. Pasti tahu!"Ema dan Sani menanyakan keberadaan Dila ke mahasiswa lain. Dan mahasiswa lain itu bilang, "Aku lihat Dila di belakang kampus."Ema dan Sani langsung ke belakang kampus. Mereka melihat Dila sedang menelpon seseorang. Lalu mereka memutuskan untuk mengintip dan mendengarkan pembicaraan Dila secara Dila bicara dengan seseorang lewat Hpnya, "Raki beneran berhenti kuliah Bos?, kenapa Bos gak bantu Raki? Apa jangan-jangan Bos sudah bangun gubuk Raki yang Bos tabrak itu. Jadi gak bisa bantu Raki lagi karena dianggap impas. Bos gak lagi kasih rumah kobtrakan mewah itu ke Raki dan Bos gak ngantar Raki lagi dengan mobil mewah Bos?"Kemudian Dila diam beberapa lama mendengarkan balasan telpon bicara kembali, "Jadi tugas aku mengawasi Raki di kampus ini selesai?"Kembali diam dan mendengarkan. Lalu Dila bicara lagi, "Sebenarnya, aku masih mau kuliah Bos."Dila tersenyum, lalu berucap, "Benarkah Bos, aku boleh lanjutin kuliah. Terima kasih banyak Bos."Ema syok mendengar percakapan Dila itu dengan Bosnya. Dia tahu Bos Dila bukanlah Raki. Kontrakan Rumah mewah dan antar jemput mobil mewah itu cuma yang bantuan untuk Raki dari Bos Dila. Kemudian Sani berucap, "Tuh kan, Raki beneran miskin."Ema menarik kerah baju Sani, "Sebelumnya kamu bilang Raki pura-pura miskin padahal kaya, sekarang yakin betul dia miskin. Mau kamu apa?"Sani kaget, "Ma ma maaf. Tapi kamu harus secepatnya memutuskan hubungan ke Raki, sebelum terlambat."Tiba-tiba Ema mendapatkan telpon dari nomor baru, Ema lalu mengangkatnya. Terdengar suara Raki, "Ema, ini aku Raki. Kemaren saat kamu bilang tidak enak sama tetangga ketika mau masuk ke rumah kontrakanku. Aku baru sadar itu kode darimu. Agar aku segera ngajak kamu nikah. Jadi apa kamu mau ni..."Ema langsung memotong pembicaraan, "Kita putus." Dengan napas langsung tanya, "Kenapa? Aku butuh alasan darimu."Dan Ema menjawab, "Karena kamu tidak kaya." Dan langsung menutup itu di tempat kantor Raki. Arka langsung tanya, "Jadi kapan kalian akan menikah?"Raki dengan wajah syok menjawab, "Ema putusin aku."Membuat Arka terkejut, "Apa? Kenapa?"Dan dijawab Raki, "Karena aku tidak kaya..."Arka kesal, "Telpon dia sekarang, kamu sudah jadi pimpinan perusahaan. Bilang kamu sudah kaya."Dan dijawab Raki dengan nada tinggi, "Tapi aku belum mendapatkan pemasukan. Artinya aku belum kaya. Aku harus menunggu hingga mendapatkan pemasukan dari perusahaan ini. Baru bilang ke Ema!"Beberapa bulan kemudian. Saat Ema dan Sani nonton Tv, mereka terkejut. Ada Raki di dalam tayangan Tv itu dan diberi keterangan Pimpinan Perusahaan PT Raki Properti. Raki ditanya wartawan, "Bisa dijelaskan bagaimana anda bisa mewujudkan Rumah 0 rupiah untuk rakyat miskin?"Raki menjawab, "Setiap membangun rumah perlu biaya dan orang-orang miskin tidak punya uang untuk biaya cicilan rumah. Jadi aku kasih pekerjaan untuk orang-orang miskin itu di perusahaanku. Sehingga mereka punya gaji. Lalu gaji mereka akan dipotong 10% untuk biaya cicilan rumah mereka perbulan. Mereka menepati rumah itu tanpa uang satu rupiahpun. Bahkan mereka dapat pekerjaan sekaligus uang dari gaji 90% sisanya."Wartawan kagum, "Luar biasa. Kenapa anda bisa kepikiran untuk memperhatikan orang-orang miskin sampai segitunya. Sedangkan wakil rakyat tidak kepikiran sampai disitu."Raki menjawab, "Dulu aku pernah miskin. Tapi berkat motivasi dari pasangan saya dulu. Aku bertekad untuk keluar dari kemiskinan ini dengan bekerja keras sampai jadi seperti ini."Ema dan Sani menyaksikan berita itu benar-benar terkejut, tercengang dan terperangah. Sani langsung bilang, "Cepat datang ke tempat Raki. Bilang kamu menyesal dan minta balikan kembali."Ema langsung menampar Sani, 'Plakkkk'Dan berucap, "Hentikan Sani. Aku malu tahu. Aku bahkan tidak berani melihat wajah Raki langsung. Apalagi sekarang Raki sudah punya pasangan yang memotivasinya jadi kaya. Harapanku sudab sirna."Kemudian wartawan di Tv bertanya kembali, "Siapa perempuan pasangan anda itu yang luar biasa memotivasi anda hingga jadi sukses?"Dan Raki menjawab, "Namanya Ema."Kembali Ema tercengang dan air matanya tidak terasa saat kemudian, Sani kembali bertanya ke Ema, "Jadi kamu gak ke tempat Raki?"Dan dengan senyum bahagia Ema menjawab, "Dia udah bilang pasangannya adalah aku, jadi aku akan menunggu di rumahku ini sampai dia datang menemuiku dan ajak aku nikah lagi. Pasti aku terima. Jadi aku akan setia menunggunya." Ucap Ema dengan senyuman tanpa di tempat Raki, Arka bertanya ke Raki, "Kenapa kamu belum menemui Ema?"Raki menjawab, "Dulu Ema menolakku karena aku tidak kaya. Sekarang aku sudah kaya dan memberitahu lewat Tv tadi. Pasti Ema akan menyaksikannya dan tahu aku sudah kaya jadi dia akan datang ke tempatku dan ajak aku balikan lagi. Aku akan setia menunggunya." Ucap Raki dengan senyuman Raki dan Ema terus-terusan menunggu, tidak ada yang mau mengalah menemui duluan. Hingga bertahun-tahun lamanya sampai umur mereka tamat.Selesai
SekilasTentang Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga dan Gerobak itu Berhenti di Muka Rumah Dalam cerpennya yang berjudul "Dilarang Mencintai Bunga-Bunga". Diceritakan bahwa sebuah keluarga yang sebelumnya tinggal dilingkungan dusun yang sempit, akhirnya bisa dipindahakan ke kota melalui tahap permohonan bertahun.
Kemiskinan memang tampak menakutkan di mata banyak orang. Kemiskinan dapat mengantarkan seseorang melakukan beragam cara, termasuk cara-cara terlarang untuk mendapatkan kekayaan. Bicara tentang kemiskinan, ada sebuah kisah menarik yang begitu mengharu biru tentang keluarga miskin dalam buku Menari di Surga karya Agustrijanto. Buku yang berisi kumpulan cerpen tersebut sangat layak untuk dibaca. Selain menghibur, para pembaca juga dapat merenungi pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh penulis dalam buku terbitan Gema Insani Press tahun 2004. Menari di Surga merupakan judul salah satu cerpen dalam buku tersebut. Menceritakan tentang sebuah keluarga miskin yang berusaha mengubah nasibnya dengan cara merantau ke kota Bandung. Berangkat dari keluarga petani miskin di Gunung Kidul Yogyakarta, Sutrimo dan istrinya, Siti Sundari, mengadu nasib ke Bandung. Suminten, putri semata wayang mereka yang berusia 10 tahun juga turut serta mengadu nasib bersama kedua oarngtuanya. Selama ini Sutrimo dikenal sebagai anggota penabuh gamelan di desanya. Menjalani kehidupan sebagai keluarga pengamen tentu sangat berat dan diwarnai suka-duka. Salah satunya ketika orang-orang, para pengendara di jalanan, acuh tak acuh dan enggan mengeluarkan sedikit uangnya untuk diberikan kepada mereka. Tapi mereka pantang menyerah, terus mengamen meskipun kadang tak menghasilkan rupiah. Mereka bertiga terus mengamen bersama. Suminten yang masih kecil dan lincah menjadi penarinya. Sementara sang ibu, Siti Sundari, bertugas memegangi tape recorder butut yang dibalut kayu tripleks tua. Kehidupan kota memang sangat keras, bisa jadi jauh lebih keras daripada kehidupan di desa. Begitu juga dengan kehidupan Sutrimo bersama istri dan putri semata wayangnya yang begitu keras dan penuh perjuangan di perkotaan. Nasib tragis harus dialami keluarga Sutrimo dan istrinya ketika Suminten, putri semata wayangnya tewas mengenaskan usai mengalami kecelakan saat mengamen. Sepeninggal Suminten, mereka, Sutrimo dan Siti Sundari, terus melanjutkan hidup dengan cara mengamen. Membaca kisah keluarga miskin yang hidupnya begitu memprihatinkan semoga dapat membuat sebagian orang menyadari bahwa di luar sana masih banyak orang-orang yang garis hidupnya lebih memprihatinkan. Mudah-mudahan dengan melihat dan merenungi kemiskinan orang lain dapat membuat para pembaca terketuk hati untuk membantu mereka.
Parasyang seolah mencerminkan kebahagiaan, namun jiwa ini tlah hancur berkeping. Cerpen keluarga, cerpen sedih lolos moderasi pada: Source: infografis.sindonews.com. Sabar,mungkin ririn kena macet dijalan,bentar lagi. Cerpen tentang seorang anak broken home rabu, 13 maret 2013 (ini cerita bukan derita. Source: myebooksdoc.blogspot.com
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang bermanfaat. Sebaik-baiknya sharing and connecting adalah membaca buku yang ditulisbagikan hasil bacaannya. Bisa begitu gak ya? Kalau bisa, oke kata-paragraf selanjutnya di bawah ini bukanlah resensi atau kritik terhadap buku. Apalagi sejenis “meta-teori”. Sungguh-sungguh ini hanyalah sedikit cerita tentang karya, sedikit kesaksian atas tentang sebuah buku yang lahir dari tradisi antropologi. Buku yang ketika pertama kali diterbitkan, S Aji masihlah ruh yang belum diamanahkan Tuhan menjalani tugas sebagai manusia fana di bumi yang sementara. Buku yang dalam bahasa asalnya berjudul Five Families; Mexican Case Studies in the Culture of Poverty Basic Books. Terbit tahun 1959 oleh antropolog berkewarganegaraan Amerika Serikat, Oscar Lewis. Five Families; Mexican Case Studies in the Culture of Poverty diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 2001 oleh penerbit Yayasan Obor Indonesia. Lalu hadir lagi cetakan kedua pada tahun 2016 dengan judul Kisah Lima Keluarga Telaah-telaah Kasus Orang Meksiko dalam Kebudayaan Kemiskinan. Saya kurang tahu jika sebelum ini sudah ada penerbit yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Yang jelas, dari ucapan terimakasih penulisnya, buku ini lahir dari studi etnografis yang memakan waktu sekitar 10 tahun yakni dari tahun 1948 hingga 1958. Studi yang juga menandai pergeseran lapangan penelitian antropologi dari fokus pada masyarakat primitif kepada petani dan masyarakat miskin perkotaan. Sebagaimana judulnya, buku ini menceritakan situasi hidup sehari-hari lima keluarga Meksiko. Kelima keluarga itu adalah keluarga Martinez, Gomez, Gutierrez, Sanchez, dan Castro. Ada sekitar 422 halaman yang harus dihabiskan jika ingin menikmati pelukisan mendalam Oscar Lewis atas kebudayaan kemiskinan Culture of Poverty keluarga sendiri baru membaca keluarga pertama, Martinez. Sang kepala keluarga bernama Pedro dan istrinya bernama Esperanza, nama-nama yang mengingatkan kita tentang telenovela yang pernah jaya di stasiun tv tanah air sekitar tahun 1990an. Pedro mewakili tipe kepala keluarga yang otoriter dan berkuasa, sedangkan Esperanza, perempuan sederhana dan patuh. Saking miskinnya keluarga ini, untuk menyalakan tungku, Esperanza menolak menggunakan korek api yang masih merupakan barang mewah saat itu. Esperanza memilih mengipasi arang yang mengendapkan bara sepanjang Oscar Lewis, hemat saya, adalah ia menuliskan aktifitas pembagian kerja anggota keluarga laki-laki dan perempuan dalam rumah keluarga Martinez secara detail. Apa yang dilakukan Esperanza dan anak perempuannya sepanjang hari juga anak laki-laki mereka yang pergi bekerja di ladang mengikuti ayah mereka hingga senja memanggil pulang tergambar begitu hidup. Pelukisan pembagian kerja ini dibaluti oleh pelukisan lingkungan tempat tinggal mereka dengan detail pula. Sehingga yang terbaca adalah pelukisan mendalam yang bolak balik antara kehidupan dalam rumah domestik dan kehidupan di luar publik dalam lansekap besar kebudayaan kemiskinan manusia berhenti di situ, Oscar Lewis juga melukiskan emosi-emosi yang muncul dari hubungan anggota keluarga, konflik-konflik Pedro dengan anak perempuan juga anak lelakinya. Termasuk kecemasan Esperanza ketika menyiapkan makanan untuk keluarga besar yang hidup di ruang sempit. Asiknya lagi, tidak ada evaluasi moral atau kritik terhadap kemiskinan yang termuat dalam pelukisan keluarga Meksiko ini. Sehingga kenikmatan membaca tidak berhenti sejenak karena harus mencari penjelasan pada kritik-kritik teori pembangunan. Saya juga merasakan bahasa yang digunakan oleh Oscar Lewis, sejauh membaca hasil terjemahannya, relatif lebih mudah menuntun pikiran dan perasaan. Kenikmatan yang sama tidak saya langsung temukan ketika pertama kali membaca buku antropolog Clifford Geertz-nama yang harus ditulis hati-hati karena letak huruf z dan t yang tidak boleh tertukar demi tidak ditegur kali kedua oleh Pakde Ahmad Jayakardi, he he he- tentang Involusi Pertanian, misalnya. Bisa jadi karena daya tangkap saya masih terlalu sederhana. Sesederhana kerinduan kepada kemunculan kembali Vonny Cornelia..[lhooo!! GagalPindahIdola]Yang jelas, Oscar Lewis menulis laporan penelitian lapangannya seperti sebuah cerpen yang sangat detail dan mendalam lagi hidup. Saya merasa ada di dalam cerita, mengalami emosi yang diaduk-aduk, terenyuh dan setengah tidak percaya ada potret keluarga seperti rumah tangga kesan bahwa pelukisan lima keluarga dalam kebudayaan kemiskinan Meksiko seperti membaca karya sastra juga diakui oleh Parsudi Suparlan. Antropolog Indonesia yang ikut memberi kata pengantar. Begini kata Parsudi Suparlan yang pertama kali membaca buku ini tahun 1967 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya
Mataram(Inside Lombok) - Pakar gizi Supriyantoro mengatakan, kekerdilan (stunting) tidak hanya dialami keluarga miskin tapi juga mereka yang berstatus keluarga mampu atau berada. "Stunting tidak hanya mengganggu pertumbuhan fisik, tapi juga terganggunya perkembangan otak," kata Ketua Umum IndoHCF tersebut dalam keterangannya yang
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Di sebuah desa yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, hiduplah satu keluarga yang beranggotakan tiga orang. Mereka adalah Gilang, Iriana, dan buah hati mereka, Anjas. Mereka tinggal di gubuk kecil berukuran 3x3 meter yang terbuat dari kayu dengan lantai beralaskan malam, hanya lampu teplok yang terpasang di beberapa sudut yang menemani mereka di gelapnya malam. Bila sedang hujan, airnya memasuki gubuk kecil itu melalui celah-celah atapnya seraya ikut merasakan kesedihan orang di dalamnya. Dinginnya angin malam yang menusuk tulang, tak terasa begitu menyakitkan daripada sulitnya mereka banting tulang mencari uang untuk makan. Pagi itu, Gilang menyusuri lebatnya hutan mencari kayu untuk dijual di pasar yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Sedangkan istri dan anaknya, mencari sayuran yang terselip di antara rindangnya pepohonan hutan untuk mereka Gilang mendapatkan beberapa ikat kayu, dia langsung menuju pasar untuk menjualnya. Dia tak banyak berharap pada nominal yang dia dapatkan. Bila kayunya terjual, dia sudah sangat bersyukur. Paling tidak, dia pulang dengan membawa sedikit jam dia menunggu pembeli di bawah teras toko beratapkan seng yang sewaktu-waktu bisa menimpanya. Di tengah rasa kantuk yang menghampirinya, dia melihat Pria Berjaket Kuning memanggilnya, Gilang langsung menghampiri Pria Berjaket Kuning itu."Kamu jualan kayu bakar?" tanya Pria Berjaket Kuning yang terlihat lebih tua dari Gilang. "Iya, Pak." Jawab Gilang."Berapa harganya?" tanya Pria Berjaket Kuning."Dua ikat, saja, Pak." Jawab Gilang kepada Pria Berjaket Kuning yang duduk di dalam mobilnya. 1 2 3 4 5 6 Lihat Cerpen Selengkapnya
Cerpencerpen Jujur Prananto: Dua Pemerkosa dan Proses Kreatifnya Dibaca : 1.550 kali. Sebagian besar cerpen-cerpen Jujur Prananto lahir dari proses "berandai-andai". Selalu ada kejutan di bagian akhir. Tapi ada juga cerpen yang lahir dari kemarahan dan kebencian.
Cerpen" Si Miskin yang Sukses" 1. Contoh Descriptive Text Tentang Ibu. Aku berasal dari keluarga yang miskin, ayahku sebagai petani dan ibuku sebagai penjual kangkung . Setiap hari telingaku mendengar ejekan-ejekan yang pahit dari teman-temanku, ada yang mengatakan aku tidak tahu diri karena aku anak orang miskin seharusnya aku tidak perlu
MenganalisisCerpen Perihal Org Miskin Yg Bahagia Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dalam cerpen âœPerihal Orang Miskin yang Bahagiaâ Unsur Intrinsik 1. Banyak orang yang hanya menghabiskan waktu luangnya bersenang-senang di mall sedangkan di luaran sana tidak sedikit anak-anak jalanan yang banting tulang bekerja demi mempertahankan hidupnya.
Apakahini sungguhan atau hanya prank belaka? Baru-baru ini saya membaca berita tentang seorang Menteri yang katanya mengeluarkan statement bahwa jumlah rumah tangga miskin di Indonesia terus meningkat. Karena keluarga miskin menikah dengan keluarga miskin lainnya, sehingga muncul keluarga miskin baru.
Keluargamerupakan sekumpulan yang tidak pernah bisa lekang di dalam kepala kita. Sekumpulan orang yang akan mencinta kita dan kita cinta tanpa syarat. Selalu akan ada cerita - cerita spesial yang tidak bisa kita lupakan tentang keluarga. Seburuk apapun mereka, atau bahkan seburuk apapun diri kita, merekalah satu - satunya rumah untuk pulang.
nWYqGD. 2u62yny3hs.pages.dev/6312u62yny3hs.pages.dev/6782u62yny3hs.pages.dev/492u62yny3hs.pages.dev/622u62yny3hs.pages.dev/7482u62yny3hs.pages.dev/2652u62yny3hs.pages.dev/6772u62yny3hs.pages.dev/949
cerpen tentang keluarga miskin